Prolog - Kecil
“Hotel ini begitu megah, ya?” tanya Haris.
“Iya,
sepertinya bakalan betah disini,” jawab Akbar.
Tiba-tiba,
terdengar teriakan.
“Hah?!
Suara apa itu?" tanya Akbar kepada Haris dengan agak ketakutan.
“Lebih
baik kita ke sumber suara itu.”
Mereka
sangat kaget saat tiba disana. Sudah ada mayat tergeletak bersimbah darah, di
sampingnya ada seorang wanita menutup mulutnya tanda ketakutan, dan ada seorang
pria bertubuh kecil.
“Gini
aja, pelakunya hanya ada di antara mereka berdua. Kamu nanya yang cewek,
aku nanya dia,” kata Haris kepada Akbar sambil menengok pria bertubuh
kecil itu.
“Tapi
aku udah punya pacar, Fis. Pengawasannya ketat lagi, kayak security mall.
Jadi kita bertukar aja,” sahut Akbar dengan cemasnya yang bertambah walau
sedikit bercanda.
“Baiklah,”
kata Haris dengan agak kesal.
Wanita
itu tidak mau menjawab pertanyaan Haris sedikit pun, sementara Akbar hanya
menanyakan hal-hal yang tidak jelas kepada Amin. Haris semakin kesal atas hal
itu sehingga berpindah kepada Amin sementara Akbar mundur.
“Kamu
mengenal wanita itu?” tanya Haris.
“Dia
seorang pekerja hotel, sama sepertiku.”
“Kecil-kecil
jadi pegawai hotel.”
Plak!
Amin menampar Haris.
“Kamu
kira itu hal yang tidak pantas?”
Amin
nampaknya sangat marah kepada Haris dan mulai mundur sampai berbelok ke arah
koridor lain. Bahu kirinya tidak sengaja menabrak dinding ketika berlari atas
kemarahannya. Haris berpaling untuk melihat Akbar ternyata dia menghilang
bersama wanita itu.
Haris
kemudian berjalan untuk mencari Akbar dan wanita itu namun tidak dapat
menemukannya. Dia memilih untuk kembali dan mencari Amin karena sudah tahu ke
koridor mana mengarah.
Dia
menemukan Amin memegang sesuatu di tangannya. “Maafkan atas hal tadi.”
“Ya, tidak apa-apa. Seandainya kamu tidak
melakukannya aku akan mengatakannya langsung di hadapan temanmu itu.”
“Mengatakan
apa?”
“Wanita
itu adalah pacarnya dan ekspresi terkejutnya ketika melihat mayat itu hanya
dibuat-buat.”
“Hm,
kamu baru saja memberitahuku siapa pelakunya.”
***
“Terima
kasih telah berkumpul di ruangan ini. Telah terjadi pembunuhan di koridor
sebelah kanan,” ucap Haris. Pengunjung lain nampak terkejut atas hal ini.
“Korban
adalah pegawai hotel senior disini, dan pelakunya ada di antara kita.”
Pengunjung semakin terkejut dan beberapa dari mereka mulai ketakutan.
“Salah
satu orang yang kucurigai malah memberitahukannya. Dia adalah Amin.”
“Kok
Amin? Bagaimana orang sekecil itu bisa membunuh orang?” Para pegawai hotel
nampak terkejut atas hal itu.
“Sekarang,
orang yang seperti ini harus dimusnahkan.”
Di tangan
Haris, terdapat sebuah pistol dan tanpa ragu dia menembakkannya kepada Amin.
Amin jatuh dan darah mulai mengalir.
“Hore!”
teriak seorang wanita. Wanita itu adalah pegawai hotel yang ada di TKP.
“Amin
hanyalah tersangka, namun pelakunya adalah kau, pacar Akbar!”
“Apa?
Bagaimana mungkin pacarku membunuh pegawai hotel disini.” Rupanya Akbar juga
ada di sana.
“Reaksi
dia sudah menjelaskan semua. Di TKP, hanya ada dua orang di sana. Amin dan dia.
Amin sudah bersumpah bahwa tidak melakukannya, berarti hanya ada satu orang
pelaku.”
Polisi
tiba di waktu yang tepat sehingga pelaku diborgol dan dibawa ke dalam mobil
untuk dihakimi di pengadilan. Pengunjung yang berkumpul mulai bubar sementara
Akbar menghilang entah kemana.
“Ada
beberapa hal yang harus kamu ketahui, Haris. Korban bukan hanya pegawai hotel,
tapi istriku.” Ucapan Amin itu mengejutkanku. “Sebenarnya usiaku dua puluh
tahun, tubuh dan suaraku sepertinya membuatmu berpikiran bahwa aku lebih muda.”
“Kedua, kemarin istriku curhat kepadaku. Dia
berkata bahwa ada yang mengganggu dan mengancamnya. Ternyata itu pacar Akbar.”
Haris hanya terdiam.
Ini
adalah kasus pertama yang dihadapi Haris. Masih banyak yang selanjutnya.
Akhir
dari Prolog
Komentar
Posting Komentar