Kasus 5 - Terhubung
“Belum. Kurniawan sekarang bebas dan kami perlu menangkapnya agar dia tidak melakukan kejahatan lain.”
“Sebenarnya
Said sangat terkait dengan kasus ini namun sayangnya kami belum dapat
memberinya hukuman yang seharusnya dikenakan. Mungkin hanya ditahan selama
sehari.”
Mereka
dikejutkan oleh suara tabrakan tiba-tiba di depan sekolah. Di waktu yang sama,
lonceng berbunyi menandakan waktu istirahat selesai.
“Kamu
masuk ke ke kelas, sementara aku akan pergi ke jalan untuk melihat itu.”
“Tidak
akan!” Ucapan Haris itu mengejutkan Aipda Firdaus. “Aku juga ingin melihatnya.”
“Risiko
ketinggalan pelajaran, kamu yang menanggungnya.” Aipda Firdaus menunjuk Haris
sambil berjalan menuju pagar. “Jangan salahkan kami!”
Masyarakat
berkumpul di tempat itu untuk melihat apa yang terjadi. “Ini tidak baik,” ucap Aipda
Firdaus.
“Polisi!”
teriak Aipda Firdaus menunjukkan lencana yang biasanya dikalungkan. “Mundur!”
Jalan
terbuka dan Aipda Firdaus melihat sebuah mobil yang terbalik. Jalanan menjadi
macet akibat hal itu. “Itu mobil pribadi Kurniawan.” Firdaus sangat terkejut
atas hal itu.
Firdaus
menyalakan radionya. “3-3M. Jalan Raya Indah,” ucapnya melalui radio.
“Kenapa
anda tidak menelepon saja seperti sebelumnya?” tanya Haris.
“Yang
itu urusan pribadi, sekarang urusan polisi,” jawab Aipda Firdaus.
***
Sirine
mobil polisi terdengar dari kejauhan. Beberapa polisi menertibkan lalu lintas
namun salah satu dari mereka mendekati Aipda Firdaus. Dia adalah Komisaris
Polisi Yanto, Kepala Satuan Samapta Bhayangkara. Aipda Firdaus hanya
menunjukkan mobil itu.
“Apakah
Anda yang namanya Idris?” tanya Haris polos.
Yanto
hanya menunjuk nama di dadanya sambil bertanya kepada Aipda Firdaus, “Siapa
anak ini?”
“Dia
Haris. Siswa yang sempat kutuduh melakukan pembunuhan.”
“Oh,
dia. Maafkan hal itu, Haris. Kami mungkin salah paham saat itu.” Kompol Yanto
mengusap kepala Haris.
“Ya.”
Haris terlihat kesal. “Seandainya orang tuaku tidak pergi meninggalkanku
setelah itu.”
Kompol
Yanto memandang Aipda Firdaus namun dia tertunduk. “Kami tidak bermaksud hal
itu terjadi.”
“Lupakanlah.”
Haris kemudian diam.
Melihat
kaca mobil yang hitam, Aipda Firdaus memiliki niatan untuk menembaknya.
“Jangan!”
Kompol Yanto menahan tangan Aipda Firdaus. “Siapa tahu dia di dalam sana.”
Kompol
Yanto mendekat ke mobil itu dan menendang kacanya sampai pecah.
“Mundur!”
perintah Kompol Yanto. “Jika ada orang di dalam sana memegang pistol, lempar ke
luar!” Beberapa menit berlalu dan tidak ada tanggapan.
Kompol
Yanto kemudian jongkok untuk melihat. “Ya, itu dia.” Aipda Firdaus turut
jongkok.
Di dalam
mobil yang terbalik itu, masih mengenakan sabuk sabuk pengaman, Kurniawan tewas
dengan buih putih keluar perlahan dari mulutnya. “Dia diracuni,” ucap Aipda
Firdaus.
Aipda Firdaus
berdiri dan berpaling untuk melihat Haris namun dia sudah tidak ada. Kompol
Yatno turut berdiri. “Ini 3-3K, Firdaus.” Firdaus menunduk. “Tapi tak apa, toh
kita nampaknya sama-sama baru periksa.”
“Seandainya
kita mendapat kontak orang tuanya, aku sebagai Kasat Sabhara bisa meminta
Kapolres untuk membantu menjamin kehidupannya akan aman ke depannya,” ucap
Kompol Yatno memandang kepada Aipda Firdaus.
“Jangan
pernah!”
“Kenapa?”
“Dia
sudah melakukan tindakan kriminal dan sekarang rekanku, Faisal sedang
menyelidiki barang bukti. Aku hanya tinggal menunggu–” Ponsel Firdaus
berdering. “Bagaimana, Faisal?”
“Kamu
benar. Bukti ini sangat kuat,” jawab Faisal. “Sampai-sampai kita bisa
menahannya.” Panggilan dimatikan.
“Baru
saja aku ingin mengatakan hasil pemeriksaannya dan Faisal telah menjaminnya.”
“Memangnya
apa yang dia lakukan?” tanya Kompol Yanto penasaran.
Aipda Firdaus
kemudian menunjukkan dua gambar melalui ponsel dan perbandingannya. Kompol Yanto
terlihat terkejut.
“Ini ada hubungannya dengan buku yang saya temukan di
atas mejanya beserta laptop sebagai barang bukti atas tindakan ini. Saya
meminta izin kepada Anda untuk menindak hal ini.” Kompol Yatno hanya tersenyum,
menepuk pundak Aipda Firdaus dan kembali ke mobilnya.
***
Haris pulang ke rumahnya, melempar tas ke sofa, dan
langsung duduk. Dia menyalakan televisi untuk menonton saluran favoritnya namun
hari itu mereka tidak menayangkan acara yang Haris tunggu. Dia pun
mematikannya.
Haris membawa tas untuk meletakkan di atas meja belajar
yang sebenarnya kurang berguna karena dia jarang belajar. Fungsinya sebatas
menaruh buku dan tas saja.
“Di mana kedua bukuku? Di mana laptopku?” Haris panik
sampai melepas tasnya. Dia mengobrak-abrik meja belajar untuk mencari dua buku
miliknya. Mejanya berantakan namun buku tidak ditemukan.
“Aku ingin melanjutkan tugas yang diberikan oleh Guru
Bahasa Indonesia untuk menulis sebuah cerita.”
Haris kemudian mencari di tas dan tidak ditemukan juga
sehingga dia pun bersedih. “Bagaimana jika pihak perpustakaan sekolah menagih
buku itu?” gumam Haris.
Di antara kertas yang berhamburan, Haris menemukan sebuah
surat. Dia membacanya sebentar dan itu membuatnya ketakutan.
Akhir
dari Kasus 5
Komentar
Posting Komentar